Pemimpin Hizbullah tolak tuntutan pelucutan senjata, menyebutnya seolah jadi “hadiah” untuk Israel

Pemimpin Hizbullah Naim Qassem pada Jumat (18/4) menolak seruan agar kelompok tersebut melucuti senjatanya, seraya memperingatkan bahwa upaya semacam itu adalah “delusi” yang akan menguntungkan kepentingan Israel.
Beirut, Lebanon (Xinhua/Indonesia Window) – Pemimpin Hizbullah Naim Qassem pada Jumat (18/4) menolak seruan agar kelompok tersebut melucuti senjatanya, seraya memperingatkan bahwa upaya semacam itu adalah “delusi” yang akan menguntungkan kepentingan Israel.
“Tidak seorang pun diizinkan melucuti senjata kelompok perlawanan ini,” kata Qassem dalam sebuah pidato publik yang berfokus pada strategi pertahanan Lebanon dan lanskap politik saat ini. “Israel ingin melihat Lebanon lemah dan tidak berdaya agar dapat memenuhi ambisi ekspansionisnya.”
Qassem berpendapat bahwa usulan untuk melucuti senjata Hizbullah dengan dalih memperkuat negara sama saja dengan memberikan “hadiah” kepada Israel. Senjata gerakan perlawanan ini merupakan respons terhadap pendudukan dan agresi Israel, dan tetap penting untuk menjaga kedaulatan Lebanon, kata Qassem.
“Tentara Lebanon saja tidak cukup untuk mempertahankan negara ini,” lanjutnya, seraya menegaskan bahwa peran militer Hizbullah diperlukan bersama lembaga-lembaga negara.
Pernyataan tersebut memperuncing debat panas mengenai otonomi militer Hizbullah, yang telah lama memecah belah politik Lebanon. Qassem menuduh para kritikus dalam negeri Lebanon yang menganjurkan pelucutan senjata mempromosikan agenda asing dan mengobarkan krisis buatan. “Bahaya yang sesungguhnya adalah pendudukan Israel dan agresi yang sedang dilakukannya,” kata pimpinan Hizbullah itu.
Presiden Lebanon Joseph Aoun, dalam kunjungannya ke Qatar pekan ini, menegaskan kembali komitmennya untuk menjadikan semua senjata berada di bawah kendali negara per 2025, menekankan bahwa proses tersebut harus didorong oleh “konsensus domestik, bukan perintah eksternal.” Aoun juga memuji upaya Hizbullah “menahan diri” sejak gencatan senjata dengan Israel yang dicapai pada November, menyebut penyerahan lebih dari 100 posisi oleh kelompok itu di dekat Sungai Litani.
Perdana Menteri Lebanon Nawaf Salam menyuarakan sikap yang senada dengan Aoun dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Arab Saudi, Al Arabiya. Dia menyatakan bahwa “hanya negara yang dapat memutuskan perkara perang dan perdamaian.”
Baik Aoun maupun Salam, yang secara terbuka mempertanyakan peran militer Hizbullah, mulai menjabat dalam beberapa bulan terakhir setelah lebih dari satu tahun konflik sengit antara kelompok tersebut dan Israel. Pengangkatan kedua orang itu secara luas ditafsirkan sebagai tanda memudarnya pengaruh Hizbullah dalam pembentukan politik Lebanon.
Laporan: Redaksi