Banner

Studi Australia sebut perubahan iklim dapat tingkatkan krisis apnea tidur

Seorang wanita membawa jeriken berkapasitas 20 liter yang berisi air di sebuah kamp pengungsi internal di Baidoa, Negara Bagian Barat Daya, Somalia, pada 26 Januari 2025. (Xinhua/Luqman Yussuf Hassan)

Meningkatnya suhu global berpotensi menggandakan dampak apnea tidur obstruktif (obstructive sleep apnea/OSA) di seluruh dunia pada akhir abad ini.

 

Canberra, Australia (Xinhua/Indonesia) – Meningkatnya suhu global berpotensi menggandakan dampak apnea tidur obstruktif (obstructive sleep apnea/OSA) di seluruh dunia pada akhir abad ini, ungkap sejumlah pakar gangguan tidur Australia.

Sejumlah peneliti memperingatkan bahwa perubahan iklim yang tidak terkendali akan memperburuk gangguan tidur tersebut, meningkatkan risiko kesehatan, serta mendongkrak biaya ekonomi di seluruh dunia, demikian menurut sebuah rilis dari Universitas Flinders di Australia Selatan pada Senin (16/6).

Berbagai perkiraan mengindikasikan bahwa jika tren iklim saat ini terus berlanjut, dampak OSA secara keseluruhan terhadap masyarakat dapat meningkat dua kali lipat di sebagian besar negara dalam 75 tahun mendatang, sebut penelitian itu, yang merupakan penelitian pertama dari jenisnya.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications itu menemukan bahwa suhu lingkungan yang lebih tinggi berkaitan dengan potensi 45 persen lebih besar untuk mengalami OSA pada malam tertentu.

Banner

“Secara keseluruhan, kami terkejut dengan kuatnya hubungan antara suhu lingkungan dan tingkat keparahan OSA,” ujar Bastien Lechat, peneliti utama dalam studi ini yang berasal dari Institut Riset Kesehatan dan Medis Flinders.

OSA merupakan gangguan meluas yang diidap oleh hampir satu miliar orang di seluruh dunia. OSA menyebabkan gangguan pernapasan berulang saat tidur dan meningkatkan risiko masalah kesehatan serius, termasuk demensia, penyakit kardiovaskular, dan kematian dini.

Di Australia, dampak ekonomi tahunan akibat kurang tidur, termasuk OSA, diperkirakan mencapai 66 miliar dolar Australia, tunjuk studi tersebut.

*1 dolar Australia = 10.604 rupiah

Studi ini meneliti data tidur dari 116.000 lebih partisipan di seluruh dunia, yang masing-masing dilacak selama sekitar 500 malam menggunakan sensor di bawah kasur. Selanjutnya, studi ini menghubungkan informasi tersebut dengan data suhu 24 jam dari model iklim untuk menilai bagaimana kenaikan suhu memengaruhi tingkat apnea tidur.

Tim peneliti kemudian menerapkan pemodelan ekonomi kesehatan untuk memperkirakan dampak sosial dan ekonomi dari kenaikan prevalensi OSA di bawah skenario perubahan iklim yang berbeda.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan