Banner

Kemenristek kembangkan teknologi garam optimalkan serapan industri

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Nasional (BRIN), Bambang Brodjonegoro. (Sekretarian Kabinet RI)

Jakarta (Indonesia Window) – Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Nasional (BRIN) tengah mengembangkan teknologi garam terintegrasi guna mengoptimalkan serapan garam rakyat oleh industri.

“Pabrik garam diintegrasikan dengan lahannya, sehingga para petani garam nantinya bisa menjual hasil garam mereka yang NaCl-nya (natrium klorida) masih di bawah 90 persen kepada pabrik,” kata Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro kepada wartawan usai mengikuti rapat terbatas melalui video konferensi mengenai Percepatan Penyerapan Garam Rakyat di Jakarta pada Senin.

Banner

Di pabrik tersebut, lanjutnya, kualitas garam petani akan ditingkatkan menjadi garam industri dengan NaCl di atas 97 persen melalui teknologi washing plant (pencucian garam) dan instalasi garam industri yang dikembangkan oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).

Penggunaan washing plant diharapkan meningkatkan kualitas NaCl yang terkandung dalam garam rakyat sebesar 90 persen menjadi 92 persen.

“BPPT sudah mengembangkan teknologi untuk meningkatkan kapasitas atau kualitas NaCl tersebut dalam bentuk pabrik garam atau kita sebut instalasi garam industri yang menaikkan kualitas NaCl dari 92 persen menjadi 98 persen,” jelas Menristek.

Banner

Dengan garam industri terintegrasi harga garam rakyat diharapkan naik karena memiliki kualitas sesuai dengan standar industri dengan NaCl di atas 97 persen.

Saat ini sudah ada satu pabrik garam terintegrasi yang sudah beroperasi di Gresik, Jawa Timur.

“Arahan dari Bapak Presiden agar (pabrik garam) segera ditambah, 1-2 pabrik paling tidak di tahun depan,” kata Bambang.

Banner

Dia menjelaskan, satu unit garam industri terintegrasi dapat menghasilkan 40 ribu ton garam per tahun.

“Kalau kita bisa menambah 14-15 unit yang serupa, maka kita bisa menghasilkan kira-kira sampai 600-700 ribu ton (garam) per tahun. Kami optimistis dengan penggunaan teknologi yang investasinya per pabrik sekitar 40 miliar ini, karena kita nantinya bisa mandiri untuk memenuhi kebutuhan garam,” kata Bambang Brodjonegoro.

Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan chlor alkali plant (CAP) dalam industri kaca, Menristek mengatakan pihaknya akan memulai pengembangan pengolahan garam dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap).

Banner

“Kita akan mulai dulu dengan PLTU di Banten dengan pilot (project) yang kapasitasnya 100 ribu ton per tahun. Kebutuhan impor memang besar, sekitar 2,3 juta ton per tahun,” kata Menristek.

Jika proyek percontohan tersebut berhasil, kementerian akan menambah kapasitas PLTU lain yang air buangannya tidak diteruskan ke laut, melainkan diolah menjadi garam untuk keperluan industri CAP, ujarnya.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan