Banner

Industri otomotif Jerman pangkas 51.000 lebih pekerjaan akibat tarif AS dan permintaan lesu

Karyawan sedang bekerja di lini perakitan di pabrik mobil Volkswagen Autoeuropa di Palmela, Portugal, pada 13 Mei 2020. (Xinhua/Pedro Fiuza)

Industri otomotif Jerman telah memangkas lebih dari 51.000 pekerjaan selama setahun terakhir akibat permintaan lesu, tarif Amerika Serikat, dan peralihan ke kendaraan listrik yang memakan banyak biaya memberikan tekanan berat pada sektor tersebut.

 

Berlin, Jerman (Xinhua/Indonesia Window) – Industri otomotif Jerman telah memangkas lebih dari 51.000 pekerjaan selama setahun terakhir akibat permintaan lesu, tarif Amerika Serikat (AS), dan peralihan ke kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang memakan banyak biaya memberikan tekanan berat pada sektor tersebut, menurut laporan dari firma konsultan EY.

Ketenagakerjaan di sektor otomotif turun hampir 7 persen dalam periode 12 bulan hingga Juni 2025, menjadikannya sektor industri Jerman yang paling terdampak, menurut laporan yang dikutip oleh kantor berita Jerman (DPA) pada Selasa (26/8). Di sektor industri secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja turun sekitar 114.000 menjadi 5,42 juta, turun 2,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Kenyataannya, sejumlah produsen mobil ternama melaporkan penurunan laba yang signifikan. BMW, Mercedes-Benz, dan Volkswagen, tiga produsen mobil terbesar Jerman, semuanya melaporkan penurunan laba yang tajam pada paruh pertama (H1) 2025, dengan menyebut tarif AS sebagai faktor utama yang menghambat kinerja keuangan.

Hildegard Mueller, Presiden Asosiasi Industri Otomotif Jerman (VDA), mengatakan bahwa tarif tersebut masih menimbulkan biaya tambahan miliaran euro setiap tahun, beban yang berat bagi produsen mobil saat mereka menjalani transisi menuju elektrifikasi.

Banner

*1 euro = 18.917 rupiah

Pada 2024, Jerman mengekspor sekitar 450.000 unit kendaraan ke AS, sementara sejumlah produsen mobil Jerman memproduksi lebih dari 840.000 unit kendaraan di fasilitas di AS, sekitar separuhnya diekspor ke seluruh dunia, menurut VDA. Model produksi lintas perbatasan ini sangat rentan terhadap perubahan kebijakan mendadak.

Indikator makroekonomi juga menunjukkan melemahnya momentum ekspor. Lembaga penelitian Ifo Institute melaporkan bahwa ekspektasi ekspor di Jerman memburuk pada Agustus 2025, turun menjadi minus 3,6 poin dari minus 0,3 poin pada Juli 2025.

“Kekecewaan semakin meluas di bisnis ekspor,” kata Klaus Wohlrabe, Kepala Survei di Ifo. “Meskipun tarif sebesar 15 persen dari AS lebih rendah dari yang dikhawatirkan, hal itu tetap akan melemahkan momentum ekspor.”

Jan Brorhilker dari EY mengatakan, “Penurunan laba yang signifikan, kelebihan kapasitas, dan melemahnya pasar luar negeri membuat pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran tidak terhindarkan, terutama di Jerman, di mana manajemen, administrasi, dan penelitian dan pengembangan (litbang) terkonsentrasi.”

Sejak awal 2024, beberapa produsen mobil dan pemasok, termasuk Ford, Stellantis, Volkswagen, ZF, dan Bosch, telah mengumumkan PHK atau penutupan pabrik di Jerman dan negara-negara Eropa lainnya.

Banner

Selain itu, berkurangnya pesanan, ditambah dengan meningkatnya biaya energi dan tenaga kerja, mengikis daya saing industri di kawasan ini. Menurut Ifo Institute, lebih dari sepertiga perusahaan melaporkan kekurangan pesanan, dengan sektor otomotif, mesin, dan peralatan listrik terdampak paling parah.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan