Banner

Ekonom: Eskalasi Rusia-Ukraina dapat untungkan Indonesia

Rusia telah menerjunkan kekuatan militer di tengah eskalasi hubungannya dengan Ukraina. (ABC News/YouTube/tangkapan layar)

Jakarta (Indonesia Window) – Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai eskalasi hubungan Rusia dan Ukraina akan mempengaruhi harga minyak dunia sehingga menguntungkan Indonesia terutama dalam hal penerimaan negara.

“Jika tren harga minyak yang saat ini berada pada kisaran 90 dolar AS/barel untuk WTI (West Texas Intermediate) berlanjut, tentu ini akan menjadi semacam faktor windfall (keuntungan tak terduga) bagi penerimaan negara karena asumsi makro harga minyak yang disepakati sebelumnya (dalam APBN 2022) ada pada harga 63 dolar AS/barel,” kata dia ketika dihubungi Antara, Jakarta, Rabu.

Banner

Namun, di balik faktor blessing in disguise (berkah terselubung) ini, kenaikan harga komoditas tersebut berpeluang mendorong kenaikan inflasi domestik.

Hal ini dapat terjadi apabila kenaikan harga minyak global direspon oleh otoritas terkait dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.

Di sisi lain, sebagai negara net importir, Indonesia berpotensi mendorong naiknya nilai impor minyak.

Banner

“Sentimen juga bisa berdampak jika serangan betul-betul terjadi. Artinya, dengan terlibatnya Rusia dalam perang dengan Ukraina, berpotensi besar dalam mengerek harga komoditas global,” jelasnya.

Yusuf berpendapat bahwa sensitivitas eskalasi memiliki korelasi erat dengan naik-turunnya harga minyak dunia.

Misalnya, harga minyak sempat turun di level sangat terbatas disebabkan adanya sentimen dari Rusia yang menyatakan tidak akan menyerang Ukraina dan hanya menginginkan negosiasi. Bahkan, lanjutnya, Rusia mengklaim telah menarik pasukan dari perbatasan Rusia dan Ukraina.

Banner

“Namun setelah klaim ini diragukan oleh Amerika Serikat, kenaikan harga minyak kembali terjadi,” tuturnya.

Sebagai salah satu eksportir produk komoditas utama seperti minyak dan gas, dinamika yang dialami Rusia juga akan mempengaruhi beberapa harga komoditas tersebut.

Hal ini terjadi beberapa bulan lalu saat ekspor gas dari Rusia yang mengalami hambatan pada akhirnya mendorong permintaan batu bara oleh sejumlah negara, termasuk China, untuk mengisi sumber daya energi.

Banner

Pada saat itu, harga batu bara bahkan sempat menyentuh harga tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

Keadaan ini akhirnya menguntungkan ekspor Indonesia karena batu bara merupakan salah satu komoditas utama tanah air.

“Pertumbuhan ekspor hasil pertambangan yang mencatatkan pertumbuhan 74 persen sepanjang tahun 2021 tidak terlepas dari kinerja ekspor dari komoditas batu bara,” kata Yusuf.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan